Bhisma, Ksatria Tangguh Kurukshetra

Pic Source: t-rob 


Nama : Dewabrata
Nama Lain : Bisma (Indonesia), Bhisma (English), Bhishma Pitamah (Sansekerta)
Status : Guru, ksatria, ahli-strategi
Orang Tua : Maharaja Santanu dan Dewi Gangga
Pasangan : Tidak Ada
Kediaman : Kurukshetra



Bisma adalah salah satu tokoh penting dalam kisah epik Mahabharata. Dia adalah putera seorang Maharaja yang bernama Santanu dengan seorang Dewi yang bernama Gangga. Awalnya dia bernama Dewabrata. Namun karena sebuah sumpah, dia berganti nama menjadi Bisma. Rsi Bisma (Guru Bisma) adalah kakek dari Pandawa maupun Kurawa. Dia gugur dalam pertempuran agung di Kurukshetra. Dalam bahasa Sansekerta, Bhishma berarti "dia yang sumpahnya dahsyat".





Pic Source: wayangpurwa.com 


Kisah diawali dari Delapan Wasu beserta istri mereka pergi mengunjungi Rsi Wasistha. Salah satu dari istri mereka tertarik dengan lembu (kerbau) sakti Wasistha yang bernama Kamadhenu. Sang istri meminta kepada suaminya yang bernama Prabhata untuk mencuri lembu tersebut. Dibantu oleh ketujuh Wasu lain, mereka berhasil mencuri Kamadhenu. Hal ini diketahui oleh Wasistha yang kemudian mengutuk mereka agar mereka turun ke bumi dalam wujud manusia.

Mereka memohon agar kutukan mereka diringankan. Wasistha mengabulkannya bahwa mereka akan segera terbebas dari bentuk manusia jika mati dalam wujud manusia. Bagaimanapun juga, Prabhata adalah dalang dari pencurian tersebut. Dia akan hidup lebih lama dalam wujud manusianya kelak. Namun Wasistha masih berbelas kasihan. Dia berjanji bahwa nantinya, Prabhata akan menjadi orang termasyur di zamannya.

Akhirnya kutukan tersebut terjadi. Delapan Wasu turun ke bumi dan akan terlahir sebagai manusia. Dalam perjalanan, mereka bertemu Dewi Gangga yang juga dalam perjalanan ke bumi dalam misi menjadi istri seorang Maharaja yang bernama Santanu. Mereka membuat sebuah kesepakatan bahwa nantinya, Delapan Wasu akan terlahir dari rahim Gangga.



Pic Source: ravivarma.org 


Suatu hari Santanu melihat seorang wanita cantik di dekat Sungai Gangga. Dia adalah Dewi Gangga dalam wujud manusia. Santanu meminta Gangga untuk menikah dengannya. Sang Dewi menerimanya namun dengan satu syarat bahwa Santanu tidak boleh mempertanyakan semua perbuatan yang dilakukan Gangga. Sebaliknya, jika Santanu melanggar janji, maka Gangga akan meninggalkannya. Santanu pun menyanggupinya.

Mereka menikah dan memiliki delapan orang anak. Setiap bayi yang dilahirkan, Gangga selalu membawanya ke Sungai Gangga, dan ditenggelamkan hingga anak yang ketujuh. Melihat hal tersebut, Santanu merasa stres dan memprotes istrinya. Padahal, anak ke-8 yang diberinama Dewabrata adalah jelmaan dari Prabhata (salah satu anggota Wasu). Gangga pun tidak berniat untuk menenggelamkan Dewabrata demi memenuhi kutukan Wasistha.

Bagaimanapun juga, Santanu telah melanggar janji kepada Gangga. Gangga akhirnya pergi dengan membawa Dewabrata. Namun Gangga berjanji bahwa dia akan mengembalikan Dewabrata jika sudah dewasa kelak. Semasa kecilnya, Dewabrata belajar ilmu politik kepada Brihaspati dan Sukra. Kemudian kepada Rsi Wasistha, dia belajar kerohanian dan Weda. Dewabrata juga mempelajari ilmu spiritual kepada Rsi Markandeya. Dengan bujukan Dewi Gangga, Dewabrata belajar kepada Parasurama ilmu tentang militer, bela diri serta penggunaan senjata. Pernah terjadi sebuah peristiwa dimana Parasurama didorong hingga terjatuh oleh Dewabrata. Karena kesal, Parasurama akhirnya mengusirnya dan bersumpah bahwa dia tidak akan pernah menerima murid dari kasta Ksatria.



Pic Source: www.hindu-blog.com 


Setelah 36 terpisah, Santanu tanpa disengaja menemukan putranya di hilir Sungai Gangga. Gangga menyerahkan anak mereka kepada Santanu dan memberitahukan bahwa dia bernama Dewabrata. Dewabrata tampil sebagai pangeran yang gagah dengan kemampuan militer dan persenjataan yang luar biasa. Santanu sangat bangga dan berniat menjadikannya sebagai pewaris kerajaan.

Karena merasa kesepian, Santanu berniat untuk mencari istri lagi. Dia menemukan seorang gadis bernama Satyawati, puteri seorang nelayan. Dia melamar Satyawati namun ditolak oleh ayahnya. Karena dia tahu bahwa kelak, anak-anak dari Satyawati tidak akan pernah mewarisi hak kerajaan. Mendengar hal ini, Dewabrata berjanji bahwa dia akan memberikan tahta kerajaan kepada anak-anak Satyawati nantinya. Namun ayah Satywati tetap menolak dengan alasan bahwa suatu saat nanti, keturunan dari Dewabrata akan merebut kembali tahta. Demi cinta dan pengabdian terhadap sang ayah, Dewabrata mengucapkan sumpah bahwa dia tidak akan pernah menikah. Dengan begitu, dia tidak memiliki keturunan yang akan berebut tahta kerajaan.

Mendengar hal tersebut, para dewa kagum. Santanu begitu terharu hingga memberikan anugerah Sweccha Mrityu, yang membuatnya dekat kepada Dewa Waktu sehingga dia bisa memilih waktu kematiannya sendiri. Karena sumpah inilah, Dewabrata kemudian dipanggil Bisma.

Santanu akhirnya menikahi Satyawati. Sementara itu, Santanu menuai kritik dari kerajaan mengenai pelepasan gelar pangeran dari Bisma. Para Guru memandang bahwa Bisma adalah orang yang paling cocok untuk mewarisi kerajaan. Namun Bisma menerangkan bahwa hal tersebut adalah keinginannya sendiri, bukan karena paksaan. Bahkan Santanu tidak menjanjikan apapun kepada ayah Satyawati. Para Guru mencemaskan apabila nantinya, anak-anak Satyawati bukanlah orang yang cocok untuk memimpin kerajaan. Mendengar hal ini, Bisma mengucapkan sumpah lain bahwa siapapun yang duduk di atas tahta raja, dia akan selalu melihat bayang-bayang ayahnya dan akan selalu patuh terhadapnya.



Original Pic: k4rna 

Bisma memiliki 2 adik tiri yang bernama Citranggada dan Wicitrawirya. Namun Citranggada meninggal terlebih dahulu saat masih anak-anak. Secara otomatis, Wicitrawirya mewarisi tahta. Ketika sudah beranjak dewasa, demi kebahagiaan adiknya, Bisma pergi ke Kerajaan Kashi dimana dia merebut hadiah berupa 3 orang putri dengan mengalahkan para peserta sayembara. Semuanya berhasil diraih dan Bisma pulang dengan membawa 3 orang putri Kerajaan Kashi yang bernama Amba, Ambalika dan Ambika. Amba dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya. Sementara Amba, saat itu sedang menjalin hubungan dengan Salya dari Kerajaan Saubala. Amba menceritakan semuanya kepada Bisma. Karena merasa kasihan, Bisma mengantarkannya kepada Salya di Kerajaan Saubala. 

Tetapi Salya malah mencampakkan Amba karena sebelumnya dia telah kalah melawan Bisma dalam sayembara. Amba kembali kepada Bisma dan meminta untuk menikahinya. Karena tidak mau melanggar sumpah, Bisma menolak permintaan Amba. Karena merasa dilecehkan, Amba bersumpah bahwa dia akan membunuh Bisma. Dia kemudian pergi mencari orang yang mau membunuh Bisma. Tapi tidak ada seorangpun yang berani menantang Bisma. Akhirnya Amba meminta perlindungan kepada Parasurama. Parasurama yang pernah menjadi guru Bisma, menyuruhnya untuk menikahi Amba. Namun Bisma menolaknya karena sumpah yang pernah diucapkannya. Mendengar penolakan tersebut, Parasurama menantang Bisma untuk berduel di Kurukshetra.



Original Pic: 13-08-97 


Di area pertempuran, Bisma datang lengkap dengan perlengkapan dan kereta kuda. Namun Parasurama justru datang dengan berjalan kaki dan tanpa baju pelindung sama sekali. Bisma meminta agar gurunya segera mengenakan baju pelindung dan menunggangi kereta agar pertarungan menjadi adil. Parasurama kemudian menganugerahi Bisma pandangan spiritual. Kemudian Bisma melihat bahwa Bumi yang dipijak Parasurama bagaikan kereta, keempat Weda sebagai kuda, Upanisad sebagai kendali, Bayu (angin) sebagai kusir dan Dewi Weda sebagai baju pelindung. Bisma kemudian turun dari kereta dan meminta restu Parasurama untuk dharmanya. Parasurama merestuinya dan menyarankan Bisma untuk tetap mempertahankan dharmanya. Namun bagaimanapun juga Parasurama sudah berjanji kepada Amba.

Pertarungan berlangsung selama 23 hari. Di hari ke-22, Bisma berdoa meminta bantuan kepada leluhurnya untuk mengakhiri pertarungan. Bisma dianugerahi sebuah senjata bernama Pashupatastra. Pashupatastra merupakan senjata kuat yang mampu memusnahkan semua benda. Karena Parasurama tidak bisa mati (immortal), Bisma tahu bahwa senjata itu setidaknya dapat membuat Parasurama tertidur (NOTES: Ketika sedang duel, jika lawan tertidur/tidak sadarkan diri dalam pertarungan, maka dia dinyatakan kalah).

Ketika akan menggunakannya, Bisma dicegah oleh dewa bahwa hal itu akan membuat Parasurama merasa dilecehkan. Parasurama sangat bangga terhadap tindakan Bisma tapi dia menyatakan bahwa tidak akan pernah keluar dari pertarungan. Dengan rendah hati, Bisma meninggalkan pertarungan dan menyatakan bahwa dia sebenarnya tidak pernah mau bertarung melawan sang guru, namun dia diminta. Sekali lagi, Amba memaksa agar Bisma mau menikahinya dengan merayunya. Ketika Bisma berusaha menyingkirkan lengan Amba dari tubuhnya, tanpa sengaja anak panah yang dipegangnya tertancap di dada Amba. Amba dengan keadaan skarat meminta kepada Dewa Siwa agar bisa melaksanakan sumpahnya. Dewa Siwa kemudian meyakinkan bahwa Amba nantinya akan bereinkarnasi sebagai seorang pria dan akan ikut ambil bagian dalam kematian Bisma.



Pic Source: angelmarthy.com 


Tak lama setelah pernikahannya, Wicitrawirya wafat akibat sakit paru-paru. Kedua istrinya pun menjadi janda. Satyawati memohon kepada Bisma agar menikahi Ambika dan Ambalika. Namun sekali lagi, dia mengingatkan akan sumpah yang pernah diucapkannya. Bisma menyarankan agar mereka diserahkan kepada Resi Abiyasa supaya mendapatkan keturunan. Akhirnya dari Ambika, lahirlah Destarastra yang nantinya menjadi ayah Kurawa, sementara Ambalika melahirkan Pandu yang menjadi ayah Pandawa.

Singkat cerita, Bisma menjadi otak di setiap peperangan Kerajaan Kuru. Bisma sangat tangguh baik dari segi keterampilan persenjataan maupun strategi. Cucu-cucunya yaitu Pandawa dan Kurawa sangat menghormatinya. Bahkan para Pandawa terkadang menghormati Bisma seperti ayahnya sendiri. Ketika mendengar bahwa Pandawa dan Kurawa akan berperang, Bisma berusaha mati-matian untuk mendamaikan mereka. Namun tidak pernah berhasil.



Pic Source: galleryhip.com 


Dalam perang agung di Kurukshetra, Bisma sendiri berada di pihak Kurawa. Sebenarnya Pandawa sedikit kecewa dengan keputusan tersebut, namun mereka tetap menghormatinya. Saat peperangan berlangsung, Bisma tidak pernah bisa membunuh para Pandawa sebagai cucunya. Walaupun begitu, Bisma merupakan prajurit paling tangguh yang bahkan Pandawa pun tidak sanggup melawannya. Pada hari ke-9 dalam Bharatayuda, Duryodana memprotes bahwa Bisma tidak pernah berniat bertarung di sisi Kurawa. Mendengar hal tersebut, Bisma marah. Dia mengambil 5 anak panah emas dan melapisinya dengan mantra. Dia bersumpah bahwa anak panah emas tersebut masing-masing akan membunuh Pandawa. Namun Duryodana masih belum sepenuhnya percaya sehingga dia meminta anak panah tersebut disimpan di tendanya dan akan diserahkan kembali pada pagi hari.

Pada malam itu, Kresna mengingatkan kepada Arjuna tentang janji yang pernah ditawarkan Duryodana saat masa pembuangan. Dengan saran dari Sri Kresna, Arjuna pergi ke tenda Duryodana untuk menagih janji yang pernah ditawarkan. Sebagai seorang ksatria sejati, Duryodana berusaha menepati janjinya. Arjuna kemudian meminta anak panah emas yang disimpan oleh Duryodana. Mendengar hal itu, dia sangat terkejut. Arjuna menjelaskan bahwa dia mendapat saran dari Kresna untuk mengambil anak panah emas yang disimpan Duryodana. Dengan berat hati Duryodana menyerahkan anak panah tersebut.

Duryodana kembali ke tenda Bisma untuk meminta 5 anak panah dengan kekuatan yang sama seperti sebelumnya. Bisma tertawa dan menjelaskan bahwa dia sudah menghabiskan seluruh kemampuan dan sumpah yang pernah diucapkan, kedalam 5 anak panah tersebut. Namun Bisma berjanji bahwa esoknya dia akan bertarung sekuat tenaga. Dia akan berusaha membunuh Arjuna atau memaksa Kresna mengingkari sumpahnya untuk tidak mengeluarkan senjata.

Pada malam itupun Pandawa yang ditemani Sri Kresna, menyelinap ke tenda Bisma. Bisma mengetahui hal tersebut kemudian menyambut mereka dengan hangat. Mereka menanyakan apa sebenarnya kelemahan kakek mereka itu. Lalu Bisma menjelaskan,

"...ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan menyerang seseorang yang telah membuang senjata, juga yang terjatuh dari keretanya. Aku juga tidak akan menyerang mereka yang senjatanya terlepas dari tangan, tidak akan menyerang orang yang bendera lambang kebesarannya hancur, orang yang melarikan diri, orang dalam keadaan ketakutan, orang yang takluk dan mengatakan bahwa ia menyerah, dan aku pun tidak akan menyerang seorang wanita, juga seseorang yang namanya seperti wanita, orang yang lemah dan tak mampu menjaga diri, orang yang hanya memiliki seorang anak lelaki, atau pun orang yang sedang mabuk. Itu semua hal yang membuatku aku enggan bertarung..."


Secara langsung, Bisma menyarankan agar mereka menempatkan seseorang di kereta Arjuna yang membuat Bisma enggan bertarung. Karena dia yakin hanya Arjuna dan Kresna yang mampu mengalahkan Bisma. Mendengar hal itu, Arjuna merasa lemas mengetahui bahwa dia yang harus membunuh kakek kesayangannya.




Pic Source: harekrsna.de 


Pada hari ke-10 Bharatayuda, Arjuna langsung menuju ke arah Bisma. Walaupun Arjuna sangat kuat, dia tetap tidak bisa menandingi Bisma. Bisma sempat melesatkan anak panahnya ke arah Arjuna, mengakibatkan baju pelindung yang dikenakannya rusak. Arjuna pun terjatuh dari keretanya tanpa pertolongan. Karena khawatir serangan berikutnya akan menewaskan Arjuna, Sri Kresna turun dari kereta dan berlari ke arah Bisma kemudian mengeluarkan senjatanya. Bagaimanapun juga Arjuna menahan Kresna untuk tidak ikut campur. Karena sebelumnya Kresna sudah berjanji bahwa dia tidak akan terjun langsung dalam peperangan.

Akhirnya Kresna menuruti dan mengingatkan Arjuna akan kelemahan Bisma. Dia kemudian menempatkan Srikandi (titisan Amba) di kereta Arjuna. Sekali lagi, Arjuna datang ke arah Bisma. Srikandi melesatkan anak panahnya dan berhasil menusuk Bisma. Arjuna menambahkan dengan mengeluarkan panah saktinya. Dia melesatkan anak panah tersebut dan berubah menjadi ratusan anak panah yang melesat langsung ke arah Bisma. Bisma tumbang namun tubuhnya tidak bisa menyentuh tanah akibat puluhan anak panah yang menembus tubuhnya. Walaupun begitu, dia masih hidup. Dalam keadaan terluka di tengah medan perang, Bisma kehausan. Dalam sengitnya pertempuran, Duryodana yang melihat kondisi itu berusaha mencari air. Namun Arjuna membantunya dengan melesatkan panah ke tanah di sekitar Bisma yang kemudian menyemprotkan air hingga terjangkau ke mulut Bisma.

Bisma telah menentukan kematiannya bahwa dia ingin meninggal dengan tenang setelah melihat kehancuran Kurawa. Peperangan berakhir dengan kemenangan di pihak Pandawa. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Bisma memberi titah tentang apa yang harus dilakukan seorang raja kepada Yudhistira.


Komentar

  1. Bhisma memang seorang ksatria yang taat pada kata-kata/sumpahnya, saya terharu membaca kisahnya

    BalasHapus
  2. bisma mantap dah,,tapi ttp sakian mbah kuntet dari gunung antang...:)
    wkwk

    BalasHapus

Posting Komentar